Saturday, August 14, 2010

Hikmah Dari Diwajibkan Mengqadha Puasa Tanpa Mengqadha Shalat Bagi Wanita Haidh

HIKMAH DARI DIWAJIBKAN MENGQADHA PUASA TANPA MENGQADHA SHALAT BAGI WANITA HAIDH
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta diatas : Apakah hikmah yg terkandung dalam ketetapan syari’at bahwa wanita haidh wajib mengqadha puasa tanpa diwajibkan mengqadha shalat .?
Jawaban
Pertama : Telah diketahui bahwa kewajiban seorang muslim ialah melaksanakan apa-apa yg diperintahkan Allah kpd dan menahan diri dari segala sesuatu yg dilarang Allah, baik ia tahu ataupun tdk tahu hikmah dari perintah dan larangan itu, yg disertai dgn keyakinan bahwa Allah tdk akan memerintahkan hamba-Nya melainkan dalam perintah itu terdpt kebaikan bagi mereka, dan Allah tdk akan melarang mereka dari sesuatu melainkan krn yg dilarang itu mengandung bahaya bagi mereka. Semua ketetapan yg terdpt dalam syari’at Allah pasti memiliki hikmah yg telah diketahui Allah, yg diantara ditampakkan kpd siapa yg Dia kehendaki di antara hamba-hama-Nya. Demikian ini agar seorang mukmin menjadi bertambah iman kepad Allah, dan agar Allah bisa merahasiakan dgn apa yg dikehendaki-Nya agar seorang mukmin bertambah keimanan dgn kepasrahan terhadap perintah Allah.
Kedua : Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat itu banyak dan berulang-ulang, yaitu lima kali dalam sehari semalam sehinga untuk mengqadha ialah sesuatu hal yg sulit bagi wanita haidh, walaupun haid itu ha satu atau dua hari, Allah berfirman.
“Arti : Allah hendak memberikan keringan kpdmu, dan manusia dijadikan bersifat lemah” [An-Nisaa : 18].
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/397]

TIDAK BERPUASA SELAMA DUA BULAN RAMADHAN KARENA SAKIT, KEMUDIAN PADA RAMADHAN KETIGA IA BERPUASA, APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK DUA RAMADHAN YANG TELAH LEWAT
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta dita : Seorang wanita menderita sakit parah, ketika datang bulan Ramadhan dan dia tak sanggup berpuasa, lalu ketika datang bulan Ramadhan kedua ia pun belum sanggup berpuasa, kemudian datang bulan Ramadhan ketiga, saat itu kesehatan lebih baik dari sebelum maka ia berpuasa, apakah wajib bagi untuk berpuasa untuk dua bulan yg ditinggalkan itu, ataukah cukup bersedekah saja sebagai penggantinya, perlu diketahui bahwa wanita itu berpuasa selama tiga hari pada setiap bulan dalam setiap tahun ?
Jawaban
Yang wajib bagi ialah mengqadha puasa yg dua bulan itu berdasarkan keumuman dalil yg terdpt dalam firman Allah.
“Arti : ..Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah bagi berpuasa), sebanyak hari yg ditinggalkan itu, pada hari-hari yg lain”. [Al-Baqarah : 185]

Adapun mengenai puasa wanita tersebut selama tiga hari setiap bulan sebagaimana disebutkan oleh penanya, jika niat untuk mengqadha puasa yg telah ia tinggalkan selama dua kali bulan Ramadhan, maka niat ini sah, dan hendak ia melaksanakan sisa puasa dari dua bulan itu, akan tetapi jika niat itu ha sekedar untuk puasa sunat maka kewajiban mengqadha puasa berarti belum terlaksana, dan krn itu hendak ia berpuasa selama dua bulan penuh dan tdk ada kewajiban bagi untuk memberi makan orang miskin, krn wanita itu memiliki udzur dalam menunda qadha puasanya, yaitu krn sakit.
[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 14/114-115]

MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN SELAMA EMPAT TAHUN KARENA GANGGUAN KEJIWAAN
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta dita : Ada seorang wanita yg terkena gangguan kejiwaan, demam, kejang dan sebagainya, akibat penyakit itu ia meninggalkan puasa selama kurang lebih empat tahun, apakah dalam keadaan seperti ini wajib bagi untuk mengqadha puasa atau tdk, dan bagaimana hukum .?
Jawaban
Jika ia meninggalkan puasa krn ketdkmampuan untuk berpuasa, maka wajib bagi untuk mengqadha hari-hari puasa yg telah ditinggalkan selama empat kali bulan Ramadhan itu di saat ia memiliki kesanggupan untuk mengqadhanya, Allah berfirman.
“Arti : .. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah bagi berpuasa), sebanyak hari yg ditinggalkan itu, pada hari-hari yg lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tdk menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yg diberikan kpdmu, supaya kamu bersyukur” [Al-Baqarah : 185]
Akan tetapi jika penyakit dan ketdkmampuan untuk berpuasa tdk bisa hilang menurut para dokter, maka ia hrs memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yg ia tinggalkan sebanyak setengah sha’ berupa gandum atau korma atau beras atau makanan pokok lain yg bisa disimpan orang di rumahnya. Sama hal dgn orang tua renta dan jompo yg sudah tdk mampu lagi berpuasa, tdk ada kehrsan qadha.
[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 76]

IBU SAYA TELAH LANJUT USIA, IA BERPUASA SELAMA LIMA BELAS HARI KEMUDIAN TIDAK BERPUASA KARENA TAK SANGGUP PUASA
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta dita : Ibu saya sakit, tepat beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, penyakit itu cukup menyiksa sementara ia telah lanjut usia sehingga ha mampu berpuasa selama lima belas hari di bulan Ramadhan itu, kemudian untuk menyempurnakan puasa di bulan itu ia tdk sanggup, dan juga tdk mampu untuk mengqadhanya. Apakah boleh ia bersedekah sebagai pengganti puasa yg ditinggalkannya, dan berapakah besar sedekah itu untuk setiap hari yg ditinggalkannya. Perlu diketahui bahwa saat ini saya bertanggung jawab atas nafkahnya, dan apakah boleh saya membayar sedekah itu di saat ia tdk mampu untuk bersedekah ?
Jawaban
Barangsiapa yg tdk sanggup berpuasa krn usia yg telah lanjut atau krn sakit yg tdk bisa diharapkan kesembuhannya, maka ia hrs memberi makan kpd seorang miskin untuk setiap hari yg ditinggalkannya, Allah berfirman.
“Arti : Dan wajib bagi orang-orang yg berat menjalankan (jika mereka tdk berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin”. [Al-Baqarah : 184]
Ibnu Abbas berkata : “Ayat ini diturunkan untuk memberi rukhshah (keringanan) kpd orang tua yg telah lanjut usia baik pria maupun wanita yg tdk sanggup berpuasa, maka kedua hrs memberi makan kpd seorang miskin untuk setiap hari (yg ditinggalkannya) ” [Hadits Riwayat Bukhari].
Dengan demikian, wajib bagi ibu Anda memberi makan kpd seorang miskin untuk setiap hari yg ditinggalkannya, yaitu sebanyak setengah sha’ yg berupa makanan pokok setempat, jika wanita itu tdk memiliki sesuatu yg hrs ia berikan untuk menebus dirinya, maka tdk ada kewajiban apapun baginya. Jika Anda ingin memberi makan kpd seorang miskin untuk setiap hari yg ditinggalkan itu atas nama ibu Anda, maka hal itu termasuk peruntukan yg baik, dan sesungguh Allah mencintai orang-orang yg beruntuk baik.
[Ibid, halaman 58]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Artikel Terkait



No comments:

Post a Comment

Silahkan menulis Komentar, Kritik, dan Saran untuk kemajuan situs ini.